3 Solusi di Zaman Ini: Berkontribusi, Mengendalikan Emosi, Mudah Memaafkan
Dewasa ini, kita mengarungi kehidupan dengan segala tantangan kita masing-masing: menjadi pribadi yang mandiri, membangun keluarga, mencari nafkah, meniti karier, mengelola keuangan, dan berbagai masalah lainnya.
Setiap masalah memerlukan solusi. Dan di antara solusi yang menjadi sangat menarik bagi saya adalah dengan menjadi 'orang baik' (kata beliau) seperti yang difirmankan dalam surah Ali Imran ayat 134:
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
Berikut ini sedikit penjabaran dari 'orang baik', sebagai solusi di zaman ini versi Gus Baha' berdasarkan Ali Imran ayat 134:
Berinfak: Berkontribusi
Menarik, saat kata yunfiqun dimaknai sebagai "kontribusi", maknanya menjadi sangat relevan. Terkadang, kita terjebak dalam lingkungan kerja yang serba transaksional. "Sudahlah, kita kerja begini saja, toh dapatnya juga sama," mungkin celetuk rekan kerja di sebelah kursi kita.
Kata yunfiqun mempunyai arti kontribusi: ikut andil, berpartisipasi, atau meningkatkan sesuatu menjadi lebih baik. Kontribusi ini harus diberikan tanpa syarat apa pun—baik dalam keadaan lapang maupun sempit, saat bersama banyak orang atau sendirian, dan tanpa mengharapkan imbalan.
Kontribusi yang sejati lahir dari hati yang tulus, tanpa menuntut konsekuensi apa pun. Lakukan saja.
Mengendalikan Amarah (Emosi)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi yang menguji kesabaran. Sebagai orang tua misalnya, kita mungkin menghadapi si kecil yang rewel. Di tempat kerja, bisa jadi kita melayani pelanggan yang sulit diatur. Di sinilah kemampuan kita mengendalikan amarah (jiwa emosional) diuji.
"Jangan marah! Jangan marah! Jangan marah!" demikian pesan Nabi Muhammad saw. yang berulang, menunjukkan betapa dahsyatnya dampak amarah jika tak dapat dikendalikan. Amarah bisa memicu konflik antarsesama, bahkan menimbulkan penyakit dalam diri kita.
Maka solusinya adalah harus kita kendalikan.
Mudah Memaafkan
Puncak dari pengendalian diri mungkin adalah saat kita mampu berdamai dengan orang yang telah menyakiti kita. Memaafkan bukanlah tanda kelemahan, melainkan karakter seorang ksatria. Dengan memaafkan, kita dapat menumbuhkan kembali benih-benih kebersamaan dan memadamkan bara dendam.
Ketika kita bisa memaafkan orang lain, artinya kita bisa menerima bahwa tidak ada makhluk Allah yang sempurna. Setiap yang bernyawa punya kesalahan yang mungkin dilakukannya. Dengan memaafkan, berarti kita menerima kehendak Tuhan Yang Menciptakan.
*
Ketika Gus Baha' ditanya seseorang, "Solusi apa untuk zaman ini?"
"Ngikuti ayat, orang baik itu siapa? Alladzina yunfiquna fis sarra' waddharra', yakni orang yang hubungannya dengan orang lain itu berkontribusi, baik saat senang maupun saat susah."
"wal kaziminal ghaiza, ketika kecewa bisa mengendalikan emosi.."
"wal 'afina 'aninnas, mudah memaafkan."
"Mukjizat Al-Qur'an yang paling terasa ya hal-hal semacam ini," pungkas beliau.
*
Dengan demikian, mukjizat Al-Qur'an tidak hanya hadir dalam hal-hal yang kita anggap gaib, tetapi sebenarnya sangat nyata dan dekat sekali dalam praktik kehidupan kita sehari-hari, supaya menjadi insan yang lebih baik lagi.
Wa Allah a'lam.
Referensi Dawuh:
Post a Comment