Mendidik Anak, Mendidik Diri Sendiri

Table of Contents

mendidik anak mendidik diri sendiri 

Mendidik Anak= Sarana Belajar Orang Tua

Hari ini saya belajar banyak dari si kecil. Sejak bulan Januari kemarin dia sudah genap berusia 3 tahun. Dia anak yang ekspresif dan eksploratif, suka mengungkapkan perasaan dan penasaran.

Memasuki tahun ketiganya, alhamdulillah dia sudah terbiasa buang air kecil di kamar mandi. Kami minta dia supaya matur dulu jika merasa ingin pipis. Tapi entah kenapa, dua kali hari ini dia sambil jongkok melihat bawah celananya, "Bapak, Ziyan pipis". Lho, ternyata ngompol. "Padahal barusan selesai mandi lho nang," Kataku dalam hati.

Satu jam kemudian ternyata terjadi hal yang sama. Dalam hati husnuzon, ya mungkin karena hujan seharian, jadi rasanya beser ya nang.

Namun saya dan istri berprinsip, yang baik kita nilai baik, yang buruk kita nilai buruk. Akan ada hukuman jika nanti diulangi lagi. Begitu kira-kira.

Pembiaran terhadap kebiasaan buruk kami kira ke depannya pun akan membawa sesuatu yg buruk pula. Maka ini menjadi PR kami dan mungkin orang tua lain untuk melawan rasa "tega", dengan tetap mengajari kebiasaan ajaran agama dan etika yang umum diajarkan pada kami sejak kecil.

Saat mendidik anak, sejatinya kita sedang mendidik diri sendiri. Setiap nilai yang kita tanamkan kepada anak menuntut kita untuk lebih dulu menghidupkannya dalam keseharian kita.

Membersamai Anak= Belajar Mengelola Emosi

Selain meningkatkan pengetahuan (dalam mendidik), darinya saya juga belajar mengelola emosi. Bahkan kadang saya berpikir bahwa kehadiran dan tingkah lakunya adalah cara Tuhan menguji saya. Bagaimana saya bersabar, menata lisan, membiasakan diri setiap hari, hingga membuat suatu keputusan.

Lebih jauh saya pun berpikir, mungkin tidak hanya anak, tapi juga istri, keluarga, teman, tetangga, hingga kabar di belahan dunia mana pun adalah cara Tuhan menguji kita.

Ujian agar kita tidak terpancing emosi akibat keterbatasan informasi yang kita punya, supaya kita mampu mengontrolnya sehingga bisa berpikir dingin dan bertindak sesuai jernihnya batin kita.

Pada intinya, menghadapi sikap anak adalah ladang amal kita, sambil belajar dan berbuat baik.

Terima kasih nang. Kehadiranmu semoga membawa berkah untuk keluarga. Hari ini, esok, dan seterusnya, semoga Tuhan meridaimu, menambahkan kebaikan-kebaikan padamu, menjadi sebaik-baiknya penolongmu di kala suka maupun duka. Amin.

Tabik.

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment