Sugeng Kundur Para Guru, Kiai, Orang Tua Kami

Table of Contents

Guru Kiai MA Hasyim Asy'ari Bangsri

Bagi kami, masyarakat awam Bangsri, wa bil khusus sebagai murid maupun santri madrasah Hasyim Asy’ari, semestinya mengalami duka yang mendalam pada beberapa bulan ini.

Terhitung mulai awal Juli, Agustus, hingga awal September ini, kami kehilangan tiga sosok kiai sepuh yang sangat kami gandrungi. Tak hanya oleh kealiman-ilmunya, tetapi juga dari amaliah-suri teladannya.

Almaghfurlah KH. Shofwan Duri (wafat Jum’at, 10 Juli 2020/18 Dzulqa’dah 1441 H)

KH. Shofwan Duri

Yang pertama, pada Jumat siang, 10 Juli 2020 atau 18 Dzulqa’dah 1441 H, simbah KH. Shofwan Duri (mbah Duri) wangsul dalem ngarso Allah swt, di kediaman beliau, desa Tengguli, kecamatan Bangsri.

Mbah Duri, sosok guru kami yang terkenal berkepribadian tegas dan yang paling sering mengajari kami untuk disiplin, dalam belajar menuntut ilmu.

Penulis pernah diajar oleh beliau ilmu hadits melalui kitab Bulughul Maram. Selain itu, banyak fan ilmu lain yang diampu oleh beliau, seorang kiai rendah hati yang kami segani, yang juga punya banyak majlis-majlis ilmu lain di lingkungan masyarakat Bangsri dan sekitarnya.

Seringlah silaturrahim kepada guru-gurumu, perbanyak shalawat dan membaca Al-Qur'an. Jangan kalah dengan main hp-mu (salah satu nasihat yang diingat penulis)

Almaghfurlah KH. Multazam (wafat Ahad, 16 Agustus 2020/26 Dzulhijjah 1441 H)

KH. Multazam

Mbah Mul, panggilan akrab kami untuk beliau, merupakan guru yang paling sepuh di antara yang lain. Sekitar 87 tahun usia beliau, tetapi itu tidak menutup ghirah beliau untuk tetap mengajar kami di madrasah hampir setiap hari.

Seorang faqih, pernah mengampu penulis dirasah fiqh Tuhfatut Thullab di madrasah, juga Irsyadul ‘Ibad saat ngaji pasan di masjid besar Annur Bangsri.

Salah satu guru yang dekat dengan kami, dengan karakter lemah-lembutnya, tetapi tegas dalam mengajarkan ilmu pada murid-muridnya.

Tepat pada sore hari menjelang malam tirakatan kemerdekaan, Gusti Allah memanggil beliau pulang. Acara pemberangkatan pemakaman beliau pun dilaksanakan tepat setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan.

Ning ndi wae kudu iso takwa, nek misal nglakoni elek kudu ndang disusuli nglakoni apik. Tur kudu nduweni akhlak sing apik karo wong liyo. (Dawuh beliau mengutip satu hadits Nabi saw)

Almaghfurlah KH. Akhyaruddin Ya’qub (wafat Sabtu, 5 September 2020/17 Muharram 1442 H)

KH. Akhyaruddin Ya'qub

Beliaulah, Al-Hamil, Mursyid Thoriqah, pengasuh Pondok Pesantren Al-Qur’an dan Thoriqoh, yang belum genap satu minggu dimakamkan, simbah KH. Akhyaruddin Ya’qub.

Mbah Akhyar, atau abah Akhyar, kapundut menyusul dua teman seperjuangan beliau. Beliau dimakamkan di sebelah barat joglo di kompleks makam Suromoyo, Kedungleper, dengan makam mbah Mul di seberang timur joglo, tak jauh dari makam para kiai sepuh terdahulu, seperti mbah KH. Ahmad Fauzan, dan juga mbah KH. Mc. Amien Sholeh.

Semoga sedikit banyak Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir yang pernah kami pelajari, dapat kami jadikan bekal selepas beliau kembali ke hadirat Ilahi Rabbi.

Mbah Akhyar, adalah yang penulis anggap paling dekat, baik dekat secara fisik tempat tinggal, maupun dekat secara rohani. Sebab tak sedikit nasihat dan dawuh beliau yang teringat dan tercatat dalam tulisan. Begitu juga yang teramalkan di lingkungan masyarakat tempat kami tinggal.

Tiyang kok keseringen entuk keenakan terus, biasane lengah. (Sepenggal dawuh yang diingat penulis)

Bulan-Bulan Kesedihan, Bulan-Bulan Kebangkitan

Begitulah sedikit cerita yang dapat penulis gambarkan. Memang tak banyak hal yang bisa kami kenal dari beliau bertiga. Akan tetapi, keilmuan dan suri teladan beliau adalah yang paling dapat kami jadikan tuntunan, yang bakalan mungkin akan sangat kami rindukan.

*

Semoga kesedihan kami tak berlarut-larut Tuhan, karena pastinya beliau bertiga kan mendapatkan tempat terbaik di sisi-Mu di hari kemudian.

Ajarkan dan tunjukkan kami jalan kebangkitan, supaya untuk selanjutnya, dan seterusnya, kami tidak akan salah jalan, tetap di jalur bersama orang-orang alim dan sholeh yang Kau muliakan.

Lahum al-Fatihah.

Tabik,
Malam 20 Muharram 1442 H.

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment