Pada Amal Dunia Kita Menunda, Terhadap Amal Akhirat Kita Bersegera

Table of Contents
beramal untuk akhirat sekan mati besok

Sobat mungkin pernah menemui sebuah nasihat populer berikut ini:

اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا

“Berbuatlah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau mati besok.”

Pemahaman Yang Kurang Tepat

Nasihat di atas terbagi menjadi dua bagian, yakni tentang berbuat untuk dunia, dan berbuat untuk akhirat.

Perihal dunia, kebanyakan dari kita memahaminya dengan makna ajakan kurang lebih:

“Perbanyaklah mengumpulkan perkara yang sifatnya duniawi sehingga bisa mencukupi kita sampai mati.”

Yang seperti ini bukanlah pemahaman yang tepat. Demikian menurut Imam Asy-Sya’rawi dalam Kitab Tafsirnya pada surah Ali Imran ayat 133.

Pemahaman Yang Lebih tepat

Lebih lanjut dijelaskan, bahwa sepantasnya nasihat ‘berbuatlah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya’ dapat dipahami bahwa:

“Apabila hari ini kita kehilangan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang sifatnya duniawi, maka anggaplah bahwa hidup kita masih panjang, sehingga ia bisa kita lakukan besok, lusa, atau hari kemudian.”

Selaras dengan itu, maka sepantasnya kita menggunakan waktu hari ini untuk melakukan sesuatu yang sifatnya ukhrawi, sambil menganggap bahwa usia kita tak panjang lagi, apakah masih hidup nanti atau esok hari.

Perbuatan Duniawi atau Ukhrawi, Tergantung Tujuannya

Hukum sarana tergantung hukum tujuannya

Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya, “Bekerja mencari rezeki termasuk perbuatan baik. Apakah ia termasuk perbuatan duniawi karena mencari dunia? Bukankah ibadah sedekah bahkan haji juga butuh harta dunia?”

Terkait dengan ini, penulis berpegang pada satu kaidah:

الْوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ الْمَقَاصِدِ

“Wasilah/sarana hukumnya tergantung pada hukum maksud/tujuannya”

Menyesuaikan Pebuatan Sesuai Tujuannya

Bagi kita yang hendak shalat, maka diwajibkan menutup aurat. Oleh karena itu, wajib bagi kita memakai pakaian untuk bisa menutup aurat.

Kita hendak berpuasa, disunnahkan makan sahur. Oleh karena itu, sunnah bagi kita menyediakan hidangan untuk bisa bersantap sahur.

Begitu seterusnya. Sehingga dalam rangka berpakaian untuk shalat dan makan hidangan untuk sahur, semestinya kita bisa memperolehnya melalui jalan yang halal. Adapun salah satu jalannya adalah dengan bekerja, mencari rezeki yang halal. 

Alhasil, bekerja dengan tujuan beribadah adalah termasuk perbuatan ukhrawi. Lain halnya jika bekerja tujuannya untuk menumpuk harta, memperkaya diri dan keluarga, sehingga muncul sifat riya', ujub, takabbur, dan sifat negatif lainnya, maka ia sebatas merupakan perbuatan duniawi.

***

Semoga, dengan ini kita bisa membiasakan diri menghias setiap perilaku kita dengan tujuan ukhrawi, menghambakan diri pada Ilahi.

Sesuai dengan yang disampaikan Imam Asy-Sya’rawi saat menafsiri ayat “Bersegeralah menuju kepada ampunan Tuhanmu dan kepada surga”, yakni supaya kita menyegerakan diri dalam melakukan amalan ukhrawi, sebagaimana kita tak tahu sampai kapan hidup di dunia ini.

Menunda untuk amal dunia kita, bersegera untuk amal akhirat kita.

Wa Allah a’lam.

Referensi:
Tafsir Asy-Sya’rawi hlm 1752 karya Al-Imam Syaikh Mutawalli Asy-Sya’rawi
Simak via Google Book di sini

إن الحق يقول: وسارعوا إلى مغفرة من ربكم أي خذوا المغفرة وخذوا الجنة بسرعة، لأنك لا تعرف كم ستبقى في الدنيا، إياك أن تأجل عملا من أعمال الدين أو عملا من أعمال الخير؛ لأنك لا تعرف أتبقى له أم لا. فانتهز فرصة جياتك وخذ المغفرة وخذ الجنة، وهذا هو المعنى الذي يأتي فيه الأثر الشائع: اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا واعمل لآخرتك كأنك تموت غدا

الناس تفهمها فهما يؤدي مطلوباتهم النفسية بمعنى: اعمل لدنياك كأنك تعيش أبدا: يعني اجمع الكثير من الدنيا كي يكفيك حتى يوم القيامة، وليس هذا عهما صحيحا لكن الصحيح هو أن ما فاتك من أمر الدنيا اليوم فاعتبر أنك ستعيش طويلا وتأخذه غدا، أما أمر الآخرة فعليك أن تعجل به
Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment