Kemudahan Beragama, Kemudahan Ketika Ilmu Menjadi Karunianya

Table of Contents
Dibaca normal 2 menit

keutamaan ilmu


Pada beberapa waktu, penulis sering terkesan pada salah satu dawuh para guru yang mengatakan bahwa “beragama itu mudah”.

Bahkan ada lagi yang menambahkan, “mudah bagi mereka yang dikaruniai ilmu.”

‘Kemudahan’ ini yang kemudian dikaitkan dengan ‘ilmu’ merupakan satu hal yang harus selalu kita syukuri.

Misalnya, mari kita tengok sejenak bagaimana kemudahan kita dalam beragama sekarang ini, lantaran kita ‘pernah’ belajar ketika dini.

Seperti shalat, yang menjadi kewajiban pokok dan identitas kita sebagai muslim. Yang sedari dini alhamdulillah kita sudah diajari oleh orang tua, guru TPQ, atau ustadz/kiai di lingkungan tempat tinggal kita. Sehingga sampai detik ini, kita diberi kemudahan dalam melaksanakannya setiap hari.

Maka, (sekali lagi) ini adalah hal yang sepantasnya kita syukuri.

Di sisi lain, dawuh “Kemudahan dalam beragama” ini juga berlaku meski seseorang tidak/belum dikaruniai ilmu.

Seperti yang terjadi pada sebagian saudara kita yang kebetulan belum pernah diajari shalat, maka baginya tetap harus melaksanakan shalat, semampunya, sebisanya.

Adapun perihal kekurangan atau ketidaksempurnaannya dalam beragama dianggap ma’fu (diampuni), lantaran ketidaktahuannya selama ini. Meski demikian, ia tetap dituntut untuk tetap berusaha mempelajarinya.

Sehingga ‘ilmu’ mampu memberikan pencerahan (sekaligus perbedaan) demikian adanya.

Tak hanya dalam shalat atau ibadah mahdhah lainnya, tetapi juga pada ibadah sosial kita, berlaku baik terhadap saudara, teman, tetangga, yang telah maupun yang tidak/belum berbuat baik kepada kita.

Sebab pada hakikatnya kita beragama karena Dia Yang Memerintahkan kita bukan?

Maka hemat penulis, pesan “kemudahan dalam beragama” adalah keniscayaan. Dan kesan “Mudah bagi mereka yang dikaruniai ilmu” adalah pilihan.

Mari kita kembali menghayati ‘nama’ kita sebagai ‘hamba’, menyandang status taqwa kepada-Nya seraya memilih jalan ‘kemudahan’ beragama, dengan mempelajari ‘ilmu’ dari para guru yang ahli dalam bidangnya.

Wa Allah a’lam.

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment