Menata Kembali Posisi Hamba di Hadapan Tuhannya

Table of Contents
Quote Hamba dan Tuhannya

Apa yang ingin dituangkan penulis dalam tulisan ini adalah berawal dari dawuh KH. Baha'uddin Nursalim (Gus Baha') dalam potongan video berikut ini:


Bahwa betapa indahnya apabila kita sebagai mukmin, bisa melakukan segala sesuatu dengan landasan ikhlas karena Allah swt. Apa yang diperintahkan oleh Allah sepatutnya kita laksanakan, dan apa yang yang dilarang oleh-Nya sepantasnya kita hindari. Atau bisa diistilahkan ikhlas dalam bertakwa.

Di sini penulis tidak ingin bercerita tentang ikhlas, sebab tidak mudah menjelaskannya. Akan tetapi, lebih pada pemaknaan takwa.

Predikat Takwa

Seperti masyhur yang sering kita dengar, bahwa definisi takwa tak jauh dari "melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah swt dan menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya."

Yang sebenarnya ingin penulis garisbawahi adalah bukan tentang definisi takwa, tetapi terkait bagaimana posisi kita sebagai hamba yang bertakwa.

Pada beberapa ayat al-Qur'an maupun al-Hadits, kita bisa menemukan bahwa takwa adalah sebuah 'predikat', dengan kita sebagai 'subjek'nya, dan Allah sebagai 'objek'nya (yang dituju oleh takwa).

Sehingga jika dituliskan dalam sebuah kalimat, maka bisa berupa:

"Kami bertakwa kepada Allah."

Dari kalimat ini, penulis lalu mengambil sebuah kesimpulan, bahwa: 'Oh ya, apabila hidup seorang hamba adalah anugerah dari Tuhannya,untuk berarti apa saja yang hendak dilakukan oleh hamba dalam hidupnya, sepantasnya ditujukan untuk/karena Tuhannya.'

Dengan begitu, landasan perbuatan hamba dalam hidupnya yang berupa 'amalan', 'kepercayaan', dan 'cinta' adalah dalam rangka pemenuhan haknya kepada Tuhan.

Landasan Penghambaan

Islam, Iman, dan Ihsan; bisa jadi merupakan sebuah pondasi beragama seorang hamba kepada Tuhannya.

Seperti apa yang pernah penulis bayangkan, 'Mungkin hidup ini sejatinya hanyalah sebuah misi hamba pada Tuhannya. Karena apa saja yang dilakukan hamba harus berdasarkan SOP dari Tuhannya.'

Maka apa yang didawuhkan Gus Baha' dalam video di atas, sangat indah adanya, apabila semua yang dilakukan hamba, yang muslim, yang mukmin, adalah semata-mata hubungan yang murni (mukhlis) antara ia dan Tuhannya (muhsin).

Karena Tuhan memerintahkan apa, maka hamba melaksanakannya.
Karena Tuhan melarang apa, maka hamba menghindarinya.

Seorang hamba yang ketika melakukan (ibadah) apapun, ia merasa seakan-akan (berhadapan) melihat Tuhannya.

Atau jika tidak bisa, maka seorang hamba harus bisa merasa selalu dilihat oleh Tuhannya.

Menjadi hamba yang sepenuhnya.

Wa Allah a'lam.

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment