Menata Sudut Pandang Terhadap Kebaikan dan Keburukan (An-Nisa: 78-79)

Table of Contents
Dibaca normal 3 menit

Baik dar Allah, buruk dari diri sendiri

Mengutip Tafsir Al-Mishbah surah an-Nisa ayat 78, bahwa ada satu kalam Allah yang berbunyi:

﴿كُلࣱّ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ

Semuanya bersumber dari sisi Allah

Yang oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab dimaknai bahwa semuanya (yang ada dan terjadi) adalah sesuai dengan ketentuan sunnatullah dan takdir-Nya.

Hukum-hukum alam dan kemasyarakatan yang diterapkan-Nya berlaku untuk semua pihak, dan semua itu baik, tidak ada satu sisi pun yang buruk. Kalau ada yang menilainya buruk, maka itu (mungkin) hanya bagi perorangan, atau kelompok, yang bersifat sementara.

Namun jika (semuanya) dilihat secara menyeluruh, maka ia (semua) baik.

Contoh Kebaikan Pada Orang Yang Sakit

Penyakit yang diderita seseorang, misalnya, adalah buruk menurut penilaian yang bersangkutan atau orang-orang tertentu. Namun bisa dianggap baik untuk kebanyakan orang, karena dengan demikian orang akan mengetahui nilai kesehatan.

Bahkan, sakit juga dapat menjadi baik untuk orang yang mengalaminya. Sebab dengan itu, seseorang dapat memperoleh pelajaran agar menghindari sebabnya, atau karena penyakit itu – jika dia bersabar – dia akan mendapat ganjaran atau pengampunan dosa.

Menata Sudut Pandang Terhadap Kebaikan dan Keburukan

﴿مَّاۤ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَةࣲ فَمِنَ ٱللَّهِۖ وَمَاۤ أَصَابَكَ مِن سَیِّئَةࣲ فَمِن نَّفۡسِكَۚ

Apa saja nikmat yang engkau peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu adalah dari (kesalahan) dirimu sendiri.”

Kurang lebih Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur mengatakan, kebaikan yang ada – yang tampak langsung atau terwujud melalui perantara manusia – mengandung keterlibatan serta peranan Allah di dalamnya.

Hal ini bermula dari penciptaannya, dan perwujudan sebab-sebab yang berkaitan dengannya, atau anugerah-Nya dalam memberi petunjuk kepada manusia sehingga manusia dapat meraih manfaat dan kebaikan itu.

Tanpa Dia, kebaikan tidak dapat terwujud.

Adapun keburukan, meski Dia juga yang menjadikan serta menetapkan sebab-sebabnya, tetapi peranan manusia tidak sedikit. Karena pada umumnya, keburukan yang menimpa manusia adalah akibat ulahnya sendiri. Bisa sebab kebodohan, pandangan yang pendek, dan pengaruh hawa nafsu yang dimiliki manusia.

Keburukan ini diisyaratkan oleh Nabi saw bahwa, “Tidak seorang pun ditimpa petaka, besar atau kecil, kecual karena dosa yang dilakukannya, dan apa yang dimaafkan Allah (dari dosanya) lebih baikan dari petaka yang menimpanya.”

***

Pendapat penulis pribadi, ayat ini mengajak kita untuk menata persepsi dan cara pandang kita supaya kita terhindar dari rasa sombong dan takabbur.

Ketika yang terlihat dari kita adalah kebaikan, maka semata-mata itu adalah fadhal dari Allah. Namun jika yang muncul dari diri kita adalah keburukan, itu murni sebab lalai dan rendahnya diri sendiri, cerminan mahal al-khatha’ wa an-nisyan.

Wa Allah a’lam.

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment