Memaknai Doa Nabi Musa, Ungkapan Rasa Syukur dan Faqir (Al-Qashash: 24)

Table of Contents
Dibaca normal 3 menit

Faqir pada Allah

Dikutip dari Tafsir Al-Mishbah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, bahwa...
 
Suatu ketika Nabi Musa a.s. membantu memberi minum kambing gembalaan milik dua orang wanita yang membutuhkan pertolongan. Di bawah panas terik serta dalam keadaan lapar dan lelah (karena melarikan diri dari rencana jahat Fir’aun yang hendak mencarinya), beliau beristirahat, berteduh di suatu tempat kemudian berdoa:

﴿رَبِّ إِنِّی لِمَاۤ أَنزَلۡتَ إِلَیَّ مِنۡ خَیۡرࣲ فَقِیرࣱ﴾
[القصص ٢٤]

Tuhanku, sesungguhnya aku terhadap kebaikan apa saja yang telah Engkau turunkan kepadaku sangatlah fakir

Doa Nabi Musa Sebagai Pujian dan Syukur

Oleh Ibnu ‘Asyur, doa Nabi Musa di atas dipahami sebagai pujian dan syukur kepada Allah atas aneka nikmat yang selama ini telah Dia anugerahkan, baik nikmat duniawi maupun ukhrawi.

Nikmat yang diterima oleh Nabi Musa bermula dari penganugerahan hikmah dan ilmu, berlanjut dengan pemeliharaan hidup beliau di istana Fir’aun, serta penyelamatannya dari kepercayaan Fir’aun. Dan masih banyak lainnya.

Sebuah Doa Dari Seseorang Yang Sangat Butuh dan Berharap

Adapun Al-Biqa’i memahami ucapan Nabi Musa itu sebagai doa, bahkan doa dari seorang yang sangat butuh. Dan karena itu, permohonannya dikukuhkan dengan kata “sesungguhnya aku”.

Sayyid Quthub berpendapat serupa. Bahwa ucapan Nabi Musa dapat bermakna: “Aku sedang berhijrah. Aku miskin, sendirian, lemah. Tuhanku, kepada anugerah-Mu dan dari sisi-Mu serta kemurahan-Mu, aku sangat butuh dan mengharap.”

Doa Memohon Kekuatan Untuk Melakukan Kebaikan

Di sisi lain, Thabathaba’i menuliskan bahwa banyak ulama yang berpendapat bahwa ucapan Nabi Musa tersebut merupakan permohonan memperoleh makanan yang dapat menutupi rasa laparnya.

Lebih khususnya, memohon kekuatan fisik yang digunakannya untuk melakukan amal saleh (seperti lari menghindar dari Fir’aun, memberi minum kambing-kambing Nabi Syu’aib, dan lainnya).

***

Hemat penulis, doa Nabi Musa di atas dapat dimaknai sebagai doa untuk bersyukur kepada Allah setelah melakukan upaya maksimal dalam berbuat kebaikan.

Dalam konteks keadaan tersebut, Nabi Musa sendiri merasakan lapar dan dahaga, tetapi masih sempat membantu orang lain yang membutuhkan.

Andaikan saja saat kita mengalami kesulitan, tetapi justru bisa membantu orang lain yang juga mengalami kesulitan, maka betapa nikmat rasanya anugerah Allah yang telah Dia limpahkan.

Selain sebagai bentuk syukur, doa tersebut juga sebagai jalan kita mendekatkan diri kepada Allah, dengan memposisikan diri kita sebagai orang yang benar-benar faqir (merasa sangat membutuhkan) atas rahmat dan kasih sayang-Nya.

Wa Allah a’lam.

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment