Membangun Shalat, Membangun Kemuliaan Akhlak

Table of Contents
Dibaca normal 5 menit

membangun shalat membangun akhlak

Mencoba memaknai shalat, dalam rangka isra' dan mi'raj Nabi Muhammad SAW. Bahwa kesempurnaan shalat memiliki dampak yang relevan dengan kemuliaan akhlak seseorang.

Memperingatinya, penulis teringat dengan satu kutipan mbah Sujiwo Tejo tentang “keutamaan shalat” dan kaitannya membangun “kemuliaan akhlak”.

(Instagram @galeri_maha)

Penulis juga teringat akan prinsip hidup yang senantiasa digaungkan oleh guru penulis, bapak KH. Jalal Suyuthi, Pondok Pesantren Wahid Hasyim Yogyakarta.

menjadikan orang lain terhormat

Selain dua dawuh di atas, kita juga ingat bahwa ada banyak dalil nash yang mengatakan tentang adanya keterkaitan antara “kesempurnaan shalat” dengan “penghindaran fahsya’ dan munkar”.

Yang pada intinya, semuanya menunjukkan bahwa adanya dampak penting dari kualitas shalat terhadap kualitas akhlak yang dimiliki seorang muslim.

Oleh penulis, beberapa kondisi berikut ini dapat mengindikasikan keterkaitan tersebut.

Pertama, Menghormati Panggilan Muadzzin

Dalam rangka melaksanakan kewajiban (shalat), kita selayaknya terlebih dulu menghormati hak panggilan muadzzin (adzan), yakni dengan bersikap tenang dan berhenti sejenak dari pekerjaan kita, mendengarkan dan menjawabi adzan yang dikumandangkannya.

Sebagai tambahan, bahwa guru penulis, Bapak Abdul Jamil, pernah mengingatkan, ketika kita mendengarkan adzan tetapi masih berkutat pada kesibukan, hendaknya kita langsung menyegerakan shalat (berjamaah lebih baik).

Namun apabila kita langsung tinggalkan, justru memiliki madharat lebih besar, maka sebaiknya kita ber-azam dalam hati, yakni akan segera melaksanakan kewajiban shalat segera setelah kesibukan yang sedang dilakukan itu berakhir. Misalnya ketika masih belajar di dalam kelas, dalam perjalanan, dan sebagainya.

Kedua, Mendengarkan Bacaan Imam

Pada shalat jama’ah yang bacaannya disunnahkan jahr/keras, yakni maghrib, isya’, shubuh, shalat jum’at, shalat hari raya, dan sebagainya, makmum dianjurkan untuk menunda membaca bacaan al-fatihahnya sampai imam selesai membaca al-fatihah terlebih dahulu.

Bahkan, ketika imam membaca surat-suratan pun, makmum sebaiknya hanya membaca al-fatihah saja (karena wajib), lalu dianjurkan untuk mendengarkan kembali bacaan imam tersebut (lihat Fath al-Mu’in hlm. 19 terbitan Pustaka Alawiyah Semarang).

Ketiga, Menyesuaikan Situasi Jamaah

Pada saat seseorang menjadi imam, hendaknya ia dapat melihat kondisi makmum yang ikut berjamaah. Imam yang bijaksana akan menyesuaikan bacaan dan gerakan shalatnya sesuai kondisi makmumnya, apakah tua atau muda, banyak atau sedikit, dan lain sebagainya.

Keempat, Saling Menghalalkan dan Mengikuti WIridan

Kebiasaan masyarakat nahdliyyin, bahwa setiap selesai shalat jama’ah, selain saling berjabat tangan di antara jamaah, dianjurkan juga untuk tidak langsung meninggalkan masjid, melainkan tetap duduk dan hurmat mengikuti bacaan imam berupa wirid, dzikir, dan doa.

Beberapa kondisi di atas...

Secara tidak langsung bertujuan untuk membiasakan kita yang shalat (khususnya berjamaah) agar membangun (dan menyempurnakan) shalat, serta membangun (dan menyempurnakan) kemuliaan akhlak. Semoga dapat kita amalkan, dengan mengharap ridho Allah dan barokah isra’ dan mi’raj Nabi Muhammad saw. Amin.

Wa Allah a’lam.

Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment