Memohon Perlindungan Dari Iri Hati (Al-Falaq:5)

Table of Contents
Dan dari kejahatan pengiri jika ia iri hati

Salah satu redaksi dari surah Muawwidzatain yakni pada al-Falaq ayat 5, disebutkan bahwa permohonan berlindung kepada Allah ditujukan (juga) dari kejahatan pengiri dan pendengki jika ia iri hati dan mendengki.

Berikut penjelasan Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah-nya.

~

Makna Iri Hati

Kata (حسد) hasad adalah iri hati atas nikmat yang dimiliki orang lain disertai dengan harapan kiranya nikmat itu hilang darinya, baik diperoleh oleh yang iri maupun tidak. Iri hati ini dapat juga tertuju kepada orang yang sebenarnya tidak memiliki nikmat, namun diduga oleh yang iri memilikinya.

Bahkan sementara ulama memperluas arti hasad/iri hati sehingga tidak hanya mencakup kedengkian terhadap pihak lain yang memiliki atau diduga memiliki nikmat, tetapi juga yang tidak memiliki nikmat apa-apa, namun kedengkian kepadanya mengantar yang dengki untuk menginginkan agar yang bersangkutan terus-menerus berada dalam kekurangan dan kepedihannya.

Kata hasad digunakan juga dalam arti keinginan memperoleh nikmat serupa dengan yang dimiliki orang lain, tanpa mengharap hilangnya nikmat yang diperoleh orang lain itu. Ini biasa juga dinamai ghibthah.

Hadits Nabi SAW tentang Iri Hati

Dalam konteks ini Nabi saw bersabda: “Tidak dibenarkan hasud (menginginkan) perolehan apa yang diperoleh orang lain, kecuali dalam dua hal. Terhadap yang dianugerahi harta oleh Allah kemudian ia menafkahkannya dengan haq dan terhadap yang dianugerahi hikmah (ilmu) kemudian dia amalkan dan ajarkan” (HR. Bukhari dan Muslim melalui Ibn Mas’ud).

Selain itu, Nabi saw juga bersabda: “Tiga hal yang merupakan sumber segala dosa, hindarilah dan berhati-hatilah terhadap ketiganya. Hati-hatilah terhadap keangkuhan, karena keangkuhan menjadikan iblis enggan sujud kepada Adam, dan hati-hatilah terhadap loba (tamak), karena ketamakan mengantar Adam memakan (buah) pohon terlarang, dan hati-hatilah terhadap iri hati, karena kedua anak Adam (Qabil dan Habil) salah seorang di antaranya membunuh saudaranya akibat dorongan iri hati” (HR. Ibn ‘Asakir melalui Ibn Mas’ud).

Sumber Iri Hati

Bila dianalisis lebih jauh, dapat disimpulkan bahwa sumber utama dari iri hati bahkan semua sifat-sifat tercela adalah perasaan rendah diri, yang tersembunyi di dalam jiwa seseorang. Rasa tersebut lahir karena tidak memiliki percaya diri, akibat kurangnya iman.

Seseorang yang beriman akan merasa optimis dan memiliki sikap penuh harap kepada Allah, dan ketika itu ia tidak perlu iri hati karena harapannya kepada Allah menjadikan ia merasa dapat memperoleh nikmat seperti apa yang dimiliki orang lain.

Permohonan Berlindung dari Kejahatan Iri Hati

Permohonan perlindungan terhadap kejahatan orang-orang yang iri hati (dengki), menurut ayat di atas dikaitkan dengan (إذا حسد) idza hasad/apabila ia iri hati. Ini karena apa yang terdapat di dalam hati, boleh jadi dicetuskan dalam bentuk ucapan dan atau perbuatan.

Begitu keinginan agar hilangnya nikmat yang diperoleh satu pihak berada pada diri seseorang, maka saat itu pula ia telah dinamai hasid (orang yang iri hati). Namun apabila baru sampai tingkat ini, maka kejahatannya belum menimpa orang lain.

Mudharat baru dapat menimpa orang lain apabila apa yang terdapat dalam hatinya itu dicetuskan dalam bentuk ucapan atau perbuatan. Nah, inilah yang digambarkan oleh penggalan ayat di atas: “dari kejahatan pengiri, jika ia iri” dalam arti ketika apa yang tersirat di dalam hatinya tercetus keluar dalam bentuk ucapan atau perbuatan.

Sebelum tercetusnya isi hati itu keluar, yang bersangkutan pada hakikatnya memprotes kebijaksanaan Allah dalam memberi anugerah dan pada saat tercetus, maka di samping protes itu, dia telah melakukan kejahatan terhadap orang yang didengkinya.

~

Melalui ayat 5 dari surah al-Falaq ini, kita seyogyanya dapat belajar, bagaimana dampak buruk dari sifat iri hati/dengki, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Hari-hari ini sering sekali kita jumpai, entah dari masyarakat umum, teman, saudara, bahkan diri kita sendiri. Semoga kita dapat merutinkan membaca surah ini di kala pagi dan sore, serta menjelang tidur.

Wa Allah a’lam
Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment