Doa Nabi Sulaiman Ketika Bertemu dengan Kawanan Semut (An-Naml: 19)

Table of Contents
Doa Nabi Sulaiman Ketika Bertemu dengan Kawanan Semut (Tafsir Al-Mishbah)

Pada surat an-Naml ayat 19, Nabi Sulaiman as berdoa kepada Allah setelah beliau melihat dan mengetahui perkataan seekor semut kepada yang lainnya.
﴿فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ﴾ [النمل: ١٩]
Berikut kutipan (yang telah disesuaikan) dari Tafsir al-Mishbah mengenai doa Nabi Sulaiman tersebut.
~
Bagian I
(رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ)
Kata (أوزعني) auzi’ni/anugerahilah aku merupakan permohonan dari Nabi Sulaiman as kiranya Allah menganugerahkan kepada beliau dorongan untuk bersyukur, sekaligus pencegahan dari segala yang bertentangan dengan kesyukuran itu, yang mengikat hingga tidak terlepas atau luput dari diri beliau sesaat pun. Bisa juga, menurut al-Biqai, kalimat itu bermakna membutuhkan, senang, dan tertarik, sehingga penggalan ayat ini (رب أوزعني أن أشكر) berarti: Jadikanlah aku membutuhkan rasa syukur, senang dan tertarik melakukannya.
Sayyid Quthub memahami kata auzi’ni dalam arti: Himpunlah seluruh totalitasku, anggota badanku, perasaanku, lidahku, kalbuku, pikiran-pikiranku, dan detak-detik kalbuku, kalimat-kalimatku, redaksi yang kuungkap, amal-amal dan arah yang kutuju – himpunlah semua itu – himpunlah semua kemampuanku, yang awal bergabung dengan yang akhir, dan yang akhir berhubungan dengan yang awal, semuanya untuk kugunakan mensyukuri nikmat yang Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku.
Adapun kata (أشكر) asykuro/saya bersyukur didefinisikan oleh al-Biqai dalam arti melakukan aktivitas yang mengandung penghormatan kepada penganugerah nikmat, seperti memujinya. Pujian menandakan bahwa yang bersangkutan telah menyadari adanya nikmat serta mengakuinya lagi homat kepada yang memberinya. Konon Nabi Daud pernah bertanya, “Wahai Tuhan! Bagaimana aku mensyukuri-Mu, padahal kesyukuran adalah nikmat-Mu yang lain, yang juga membutuhkan syukur dariku?” Allah mewahyukan kepadanya bahwa: “Kalau engkau telah menyadari bahwa apa yang engkau nikmati bersumber dari-Ku, maka engkau telah mensyukuri-Ku.”
Syukur manusia kepada Allah dimulai dengan menyadari dari lubuk hati yang terdalam betapa besar nikmat dan anugerah-Nya, disertai dengan ketundukan dan kekaguman yang melahirkan rasa cinta kepada-Nya dan dorongan untuk bersyukur dengan lidah dan perbuatan.
Syukur juga diartikan sebagai menggunakan anugerah Ilahi sesuai tujuan penganugerahannya. Ini berarti anda harus dapat menggunakan segala yang dianugerahkan Allah di alam raya ini sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Bagian II
(وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ)
Doa Nabi Sulaiman as agar diberi kemampuan untuk mengerjakan amal saleh yang diridhoi Allah, dan agar dimasukkan ke dalam golongan hamba-hamba-Nya yang saleh, dinilai oleh Thabathaba’i sebagai permohonan bertingkat. Yakni permohonan kedua lebih tinggi dari permohonan pertama. Karena yang kedua tidak disertai dengan permohonan untuk melakukan amal saleh, tetapi permohonan untuk dijadikan seluruh totalitasnya – dari dan jiwanya – dimasukkan dalam kesalehan. Memang bisa saja seseorang melakukan amal saleh, tetapi hatinya belum sepenuhnya saleh, sehingga memungkinkan kali ini dia beramal saleh dan kali lain beramal buruk. Tetapi jika jiwa telah saleh, maka pasti seluruh aktivitas mencerminkan kesalehan.
Firman-Nya: (أدخلني برحمتك) adkhilni bi rahmatika/masukkanlah aku dengan berkat rahmat-Mu, merupakan permohonan agar beliau diperlakukan dengan perlakuan yang bersumber dari rahmat kasih sayang Allah, bukan karena dan berdasar amal-amal beliau. Memang, seorang anak kecil akan memperoleh sedikit permen, jika ia dipersilakan mengambil dengan tangannya yang mungil, tetapi jika ia meminta agar diberikan oleh ayahnya dengan tangan sang ayah maka pastilah apa yang diperolehnya jauh lebih banyak dan lebih baik, lebih-lebih jika pemberian itu didorong oleh rasa kasih sayang. Dalam salah satu doa dinyatakan, “Ya Allah, jangan perlakukan kami sesuai dengan keadaan kami, karena kami bergelimang dosa, jangan juga berdasar keadilanmu, karena keadilan-Mu dapat mengantar kami terkena sanksi. Tetapi perlakukanlah kami berdasar rahmat-Mu yang tercurah, karena dengan demikian, kami akan memperoleh yang terbaik dari-Mu.
Nabi Sulaiman as menggarisbawahi bahwa diperlukan rahmat dan karunia Allah agar seseorang dapat masuk menjadi salah seorang hamba Allah yang dekat kepada-Nya atau dalam istilah al-Qur’an ‘ibad Allah. Rahmat itulah yang mengantar manusia masuk ke dalam kelompok hamba Allah yang istimewa itu. Nabi Sulaiman as sadar sepenuhnya akan hal tersebut sehingga beliau bermohon dan bermohon, walaupun sang Nabi telah mendapat karunia yang demikian besar dari Allah swt. Tetapi memang karunia-Nya tidak terbatas dan anugerah hidayah-Nya tidak pernah habis.
Wa Allah a’lam
Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment