Melatih Diri Menjauhi Dugaan & Mencari-cari Kesalahan Sesama (Al-Hujurat: 12)

Table of Contents
Melatih Diri Menjauhi Menduga-duga & Mencari-cari Kesalahan Sesama (Tafsir Al-Mishbah)

Manusia sebagai makhluk sosial, oleh Allah diberikan batasan-batasan, yang karenanya masing-masing memiliki hak untuk dihormati satu dengan yang lain, mempunyai privasi yang patut dijaga bahkan tidak boleh disebarluaskan seperti halnya aib.

Dugaan (ظن) dan Mencari-cari kesalahan orang lain (تجسس) merupakan 2 perkara yang patut dikendalikan oleh seseorang kepada yang lainnya.

Dalam potongan QS. Al-Hujurat ayat 12, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menjelaskan tentang 2 hal tersebut sebagai berikut.

﴿ÛŒَÙ€ٰۤØ£َÛŒُّÙ‡َا ٱلَّØ°ِینَ Ø¡َامَÙ†ُوا۟ ٱجۡتَÙ†ِبُوا۟ ÙƒَØ«ِیرࣰا Ù…ِّÙ†َ ٱلظَّÙ†ِّ Ø¥ِÙ†َّ بَعۡضَ ٱلظَّÙ†ِّ Ø¥ِØ«ۡÙ…ࣱۖ ÙˆَÙ„َا تَجَسَّسُوا۟ … ﴾ [الحجرات: ١٢]

~

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari dugaan, sesungguhnya sebagian dugaan adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain…


Dugaan (ظن)

Ayat di atas menegaskan bahwa sebagian dugaan adalah dosa yakni dugaan yang tidak berdasar. Biasanya dugaan yang tidak berdasar dan mengakibatkan dosa adalah dugaan buruk terhadap pihak lain.

Dengan menghindari dugaan dan prasangka buruk, anggota masyarakat akan hidup tenang dan tentram serta produktif, karena mereka tidak akan ragu terhadap pihak lain dan tidak juga akan tersalurkan energinya kepada hal-hal yang sia-sia.

Tuntunan ini juga membentengi setiap anggota masyarakat dari hal-hal yang bersifat prasangka. Dengan demikian ayat ini mengukuhkan prinsip bahwa: Tersangka belum dinyatakan bersalah sebelum terbukti kesalahannya, bahkan seseorang tidak dapat dituntut sebelum terbukti kebenaran dugaan yang dihadapkan kepadanya.

Dalam konteks ini Rasul saw berpesan: “Jika kamu menduga (yakni terlintas dalam benak kamu sesuatu yang buruk terhadap orang lain) maka jangan lanjutkan dugaanmu dengan melangkah lebih jauh (HR. ath-Thabarani).

Mencari-cari kesalahan orang lain (تجسس)

Kata (تجسسوا) tajassasu terambil dari kata (جس) jassa, yakni upaya mencari tahu dengan cara tersembunyi. Dari sini mata-mata dinamai (جاسوس) jasus. Bahwa setiap orang berhak menyembunyikan apa yang enggan diketahui orang lain. Jika demikian jangan berusaha menyingkap apa yang dirahasiakannya itu. Mencari-cari kesalahan orang lain biasanya lahir dari dugaan negatif terhadapnya, karena itu ia disebutkan setelah larangan menduga.

Upaya melakukan tajassus dapat menimbulkan kerenggangan hubungan, karena itu pada prinsipnya ia dilarang. Ini tentu saja bila tidak ada alasan yang tepat untuk melakukannya. Selanjutnya perlu dicatat bahwa karena tajassus merupakan kelanjutan dari dugaan, sedang dugaan ada yang dibenarkan dan ada juga yang tidak dibenarkan, maka tajassus pun demikian. Ia dapat dibenarkan dalam konteks pemeliharaan negara atau untuk menampik mudharat yang sifatnya umum, seperti memata-matai musuh atau pelanggar hukum. Adapun tajassus yang berkaitan dengan urusan pribadi seseorang dan hanya didorong untuk mengetahui keadaannya, maka ini sangat terlarang.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ada seorang bermaksud mengadukan tetangganya kepada polisi karena mereka sering meminum minuman keras. Namun ia dilarang oleh Uqbah - salah satu sahabat Nabi saw yang menyampaikan bahwa Rasul saw bersabda: “Siapa yang menutup aib saudaranya, maka ia bagaikan menghidupkan seorang anak yang dikubur hidup-hidup” (HR. Abu Daud dan an-Nasa’i melalui al-Laits Ibn Sa’id).

Di sisi lain, Muawiyah putra Abu Sufyan menyampaikan bahwa ia mendengar Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya jika engkau mencari-cari kesalahan/kekurangan orang lain, maka engkau telah merusak atau hampir saja merusak mereka” (HR. Abu Daud).

~

Dua hal di atas (jika terjadi), kiranya dapat merenggangkan hubungan antar sesama. Apalagi di masa telekomunikasi kini yang serba mudah, peluang interaksi di antara sesama pastinya akan semakin intens.

Semoga dengan ini, kita mampu mengendalikan diri bahkan menjauhkan diri dari sifat menduga-duga keburukan sesama (ظن) dan mencari-cari kesalahan mereka (تجسس).

Wa Allah a’lam.
Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment