Mendidik, Ibarat Memupuk Lingkungan yang Mendukungnya Tumbuh Berkembang
Table of Contents
Masing-masing dari kita pasti pernah merasakan kemalasan yang berat, misal saat hendak membuka buku pelajaran, sendirian, tanpa ada tuntutan PR atau tugas dari guru. Bahkan saat kita diberikan tugas oleh guru pun, kadang-kadang merasa berat mengerjakannya, meskipun kadang juga merasa bersemangat. Bersemangat pun, kadang tak dapat lama bertahan.
Lain halnya jika kita berada pada lingkungan yang telah ditata sedemikian rupa, seperti belajar bersama teman-teman yang memiliki kesamaan tugas, pada suasana yang hangat, diskusi yang terbuka di antara kita dengan teman-teman kita. Pastinya akan lebih mudah bagi kita untuk memahami beberapa materi yang telah dipelajari. Pun jika tak ada yang kita pahami, minimal ada kepuasan tersendiri setelah kita melakukan kegiatan kelompok tadi.
Itulah sedikit gambaran analogi perihal mendidik (diri sendiri) terhadap cara memupuk sesuatu yang kita tanam.
Sumber: www.johnandbobs.com |
Mirip seperti upaya seseorang dalam mendidik. Yang sebaiknya dikondisikan adalah lingkungannya (kiri), bukan langsung ke targetnya (kanan). Yang satu pelan tapi sustainable, yang lain hanya insan & bersifat sementara.
Untuk analogi tambahan, saya pernah belajar (sedikit) terkait konsep pembelajaran kitab pada Bapak Jalal semasa nyanti di Ponpes Wahid Hasyim. Bahwa melestarikan tradisi mbaca kitab kuning sebagai budaya kepesantrenan dianggap sangat penting, maka dicarilah sistem (wadah) bagaimana supaya santri mau mbuka (dan membaca) kitab di kamarnya masing-masing, bahkan secara rutin.
Untuk analogi tambahan, saya pernah belajar (sedikit) terkait konsep pembelajaran kitab pada Bapak Jalal semasa nyanti di Ponpes Wahid Hasyim. Bahwa melestarikan tradisi mbaca kitab kuning sebagai budaya kepesantrenan dianggap sangat penting, maka dicarilah sistem (wadah) bagaimana supaya santri mau mbuka (dan membaca) kitab di kamarnya masing-masing, bahkan secara rutin.
Maka dibuatlah kebijakan bahwa setiap santri yang berada di kelas atas agar menjadi tutor bagi adek kelasnya (tutor sebaya), pada setengah dari jam KBM aktif diniyyah. Karna harapan utamanya adalah supaya pesantren lebih hidup dengan semaraknya santri-santri yang saling tukar pemikiran, sorog-menyorogi, sehingga terciptalah iklim khas pesantren yang dari awal dicita-citakan. Saling belajar dan mengajari. Belajar dan mengamalkan.
Seperti itulah.
Bak tanaman yang "lingkungannya" diberi pupuk (berupa materi yang ramah), ia tak kemudian ujug-ujug tumbuh pesat lalu cepat berbuah. Ia berproses dan perlahan beradaptasi. Yang bisa jadi buahnya akan muncul pada musim berikutnya, bahkan pada generasi selanjutnya.
Karna mengondisikan iklim itu perlu waktu, penyesuaian, dan pengelolaan yang sesuai. Sedikit-demi sedikit, jika lingkungan dibiasakan untuk diatur pada kondisi yang sesuai alamiahnya, maka insyaallah buah yang baik akan dapat dipanen di kemudian hari.
Wa Allah a’lam.
Post a Comment