Gemerlapnya Dunia Melengahkan Kita (At-Takatsur)

Table of Contents
Gemerlapnya Dunia Melengahkan Kita - Surah At-Takatsur (Tafsir Al Mishbah)

Pada setiap kehidupan bersama kita, seringkali terbesit rasa persaingan antara satu dengan yang lain. Yang pada kenyataannya, setiap kali kita meraih sesuatu, maka akan timbul lagi keinginan untuk meraih kedudukan yang lebih tinggi lagi, sehingga melengahkan kita pada tujuan utama (esensi) untuk apa hidup kita sebenarnya. Nah, terkait persaingan (duniawi) ini, Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam Tafsir surah at-Takatsur menjelaskan sebagai berikut.
~
At-takatsur adalah persaingan antara dua pihak atau lebih dalam hal memperbanyak hiasan dan gemerlapan duniawi, serta usaha untuk memilikinya sebanyak mungkin tanpa menghiraukan norma dan nilai-nilai agama.
Yang dikecam oleh ayat ini adalah persaingan yang demikian itu mengakibatkan (اللهو) al-lahw yakni mengakibatkan seseorang lengah serta mengabaikan hal-hal yang lebih penting.
Paling sedikit ada tiga ayat yang menggambarkan faktor-faktor yang dapat melengahkan manusia: Pertama, angan-angan kosong (QS. Al-Hijr [15]: 3). Kedua, perniagaan dan jual beli (QS. An-Nur [24]: 37). Ketiga, harta dan anak-anak (QS. Al-Munafiqun [63]: 9).
Persaingan itu juga tidak akan berhenti sampai kamu telah menziarahi kubur dalam arti sampai kamu dikuburkan yakni sampai kamu mati. Memang, menumpuk harta atau memperbanyak anak dan pengikut apabila motivasinya adalah persaingan, maka ia tidak akan pernah berakhir kecuali dengan kematian karena yang bersaing tidak pernah puas, selalu saja tergambar di dalam benaknya harta, kedudukan yang lebih tinggi serta pengikut dan pengaruh yang lebih besar dari apa yang diperolehnya.
Maka kemudian dalam ayat selanjutnya terdapat peringatan: Hati-hatilah! jangan lakukan persaingan semacam itu, kelak kamu akan mengetahui akibatnya. Sekali lagi hati-hatilah kelak kamu akan mengetahui.
Dua kali ayat tersebut memperingatkan, bahwa persaingan semacam itu tidak akan membawa kebahagiaan dan kepuasan bagi setiap yang terlibat serta tidak mengantar kepada hakikat dan tujuan kehidupan. Kalau kepastian di atas tidak ditemukan atau dialami dalam kenyataan hidup duniawi, maka akan terbukti kebenarannya dalam kehidupan ukhrawi.
Seseorang yang menyadari bahwa ada kenikmatan yang melebihi kenikmatan duniawi tentu tidak akan mengarahkan seluruh pandangan dan usahanya semata-mata hanya kepada kenikmatan duniawi yang sifatnya sementara itu. Bahkan seseorang yang menyadari betapa besar kenikmatan ukhrawi itu akan bersedia mengorbankan kenikmatan duniawi yang dimiliki dan dirasakannya demi memperoleh kenikmatan ukhrawi.
Demikian awal surah ini (التكاثر) berbicara tentang perlombaan menumpuk kenikmatan duniawi, dan akhirnya mereka diperingatkan tentang tanggungjawab kepemilikan harta itu bahkan diingatkan tentang kenikmatan ukhrawi yang tiada taranya (النعيم).
Wa Allah a’lam.
Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment