Saling Mengenal di antara Manusia, Menjadi Mulia (Hanya) di hadapan Allah (Al-Hujurat: 13)

Table of Contents
Saling Mengenal di antara Manusia, Menjadi Mulia (Hanya) di hadapan Allah - Tafsir Al Mishbah
Manusia hidup di muka bumi diciptakan oleh Allah dengan berbagai macam perbedaan. Dari jenis kelamin, suku, bangsa, status sosial, jabatan, yang kemudian muncul pandangan strata sosial di antara mereka. Lantas, bagaimana sikap selayaknya kita dalam bersosial? Lalu, apakah dengan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi di antara makhluk, manusia disebut menjadi mulia?
Oleh bapak Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya, surat al-Hujurat ayat 13 dijelaskan.
~
Sabab Nuzul
Diriwayatkan oleh Abu Daud bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Hind yang pekerjaan sehari-harinya adalah pembekam. Nabi meminta kepada Bani Bayadhah agar menikahkan salah seorang putri mereka dengan Abu Hind, tetapi mereka enggan dengan alasan tidak wajar mereka menikahkan putri mereka dengannya yang merupakan salah seorang bekas budak mereka.

Sikap keliru ini dikecam oleh al-Qur’an dengan menegaskan bahwa kemuliaan di sisi Allah bukan karena keturunan atau garis kebangsawanan tetapi karena ketakwaan. Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Usaid Ibn Abi al-Ish berkomentar ketika mendengar Bilal mengumandangkan adzan di Ka’bah bahwa: “Alhamdulillah ayahku wafat sebelum melihat kejadian ini.” Ada lagi yang berkomentar: “Apakah Muhammad tidak menemukan selain burung gagak ini untuk beradzan?”
Apapun sabab nuzul-nya, yang jelas ayat di atas menegaskan kesatuan asal usul manusia dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia.
Makna Saling Mengenal
Kata (تعارفوا) ta’arafu terambil dari kata (عرف) ‘arafa yang berarti mengenal. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik, dengan demikian ia berarti saling mengenal. Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu ayat di atas menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain, guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi.
Anda tidak dapat menarik pelajaran, tidak dapat saling melengkapi dan menarik manfaat bahkan tidak dapat bekerja oleh ayat di atas tanpa saling kenal-mengenal. Saling mengenal yang digarisbawahi oleh ayat diatas adalah “pancing”nya bukan “ikan”nya. Yang ditekankan adalah caranya bukan manfaatnya, karena seperti kata orang, memberi “pancing” jauh lebih baik dari pada memberi “ikan”.
Demikian juga halnya dengan pengenalan terhadap alam raya. Semakin banyak pengenalan terhadapnya, semakin banyak pula rahasia-rahasianya yang terungkap, dan ini pada gilirannya melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menciptakkan kesejahteraan lahir dan batin, dunia dan akhirat.
Kemuliaan Abadi
Kata (أكرمكم) akramakum terambil dari kata (كرم) karuma yang pada dasarnya berarti yang baik dan istimewa sesuai objeknya. Manusia yang baik dan istimewa adalah memiliki akhlak yang baik terhadap Allah, dan terhadap sesama makhluk.
Manusia memiliki kecenderungan untuk mencari bahkan bersaing dan berlomba menjadi yang terbaik. Banyak sekali manusia yang menduga bahwa kepemilikan materi, kecantikan serta kedudukan sosial karena kekuasaan atau garis keturunan, merupakan kemuliaan yang harus dimiliki dan karena itu banyak yang berusaha memiliknya. Tetapi bila diamati apa yang dianggap keistimewaan dan sumber kemuliaan itu, sifatnya sangat sementara bahkan tidak jarang mengantar pemiliknya kepada kebinasaan.
Jika demikian, hal-hal tersebut bukanlah sumber kemuliaan. Kemuliaan adalah sesuatu yang langgeng sekaligus membahagiakan secara terus-menerus. Kemuliaan abadi dan langgeng itu ada di sisi Allah swt dan untuk mencapainya adalah dengan mendekatkan diri kepada-Nya, menjauhi laranagn-Nya, melaksanakan perintah-Nya serta meneladani sifat-sifat-Nya sesuai kemampuan manusia.
Itulah takwa, dan dengan demikian yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa. Untuk meraih hal tersebut, manusia tidak perlu merasa khawatir kekurangan, karena ia melimpah, melebihi kebutuhan bahkan keinginan manusia sehingga tidak pernah habis.
Wa Allah a’lam.
Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

2 comments

Comment Author Avatar
October 12, 2018 at 12:26 AM Delete
Wes tuku ... JossddJ
Comment Author Avatar
October 12, 2018 at 7:15 AM Delete
Sak nyandake mbah, heuheu