Berusaha, dan Berharap (Hanya) Kepada Allah (Al-Insyirah: 7-8)
Table of Contents
Dalam Tafsir Al-Insyirah ayat 5 dan 6 yang lalu, telah diterangkan
bahwa setiap kesulitan selalu disusul atau dibarengi oleh kemudahan. Ini berarti,
yang dituntut adalah kesungguhan bekerja dibarengi harapan kepada Allah swt yang
mendalam, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab pada dua
ayat setelahnya sebagai berikut.
~
Hal inilah yang dipesankan oleh ayat-ayat di atas
(Al-Insyirah ayat 7 dan 8) dengan menyatakan: Maka apabila engkau telah
selesai yakni sedang berada di dalam keluangan setelah tadinya engkau sibuk
maka bekerjalah dengan sungguh-sungguh hingga engkau letih atau
hingga tegak dan nyata suatu persoalan baru dan hanya kepada Tuhanmu
saja – tidak kepada siapapun selain-Nya – hendaknya engkau berharap dan
berkeinginan penuh guna memperoleh bantuan-Nya dalam menghadapi setiap
kesulitan serta melakukan satu aktivitas.
Kata (فرغت) faraghta terambil
dari kata (فرغ) faragha yang
berarti kosong setelah sebelumnya penuh baik secara material maupun
immaterial. Gelas yang tadinya penuh lalu diminum atau tumpah sehingga kosong,
ataukah hati yang tadinya gundah dipenuhi oleh kerisauan kemudian menjadi tenang dan plong, keduanya dapat
digambarkan dengan kata tersebut.
Kata (فانصب) fa-nshab
merupakan bentuk perintah dari kata (نصب) nashaba. Kata ini mulanya berarti menegakkan
sesuatu sehingga nyata dan mantap. Upaya menegakkan itu biasanya dilakukan
dengan sungguh-sungguh sehingga dapat mengakibatkan keletihan, dan dari sini
kata itu digunakan juga dalam arti letih.
Kata (فارغب) fa-rghab terambil
dari kata (رغب) raghiba. Apabila kata
tersebut digandengkan dengan (إلى) ila
maka ia diartikan sangat ingin, suka/cinta.
Kata (إلى) ila pada ayat di
atas mendahului kata (فارغب) fa-rghab. Ini memberi
penekanan khusus menyangkut perintah berharap itu. Yakni hendaknya harapan dan
kecenderungan yang mendalam itu hanya tertuju kepada Allah swt semata. Memang,
seseorang dapat saja menggantungkan harapan kepada orang lain, keinginan dan
kecintaan dapat pula tertuju kepada selain Allah, itu semua tidak terlarang,
tetapi kecenderungan hati dan kecintaan yang sifatnya mendalam dan besar,
hendaknya hanya ditujukan kepada Allah semata.
Kecintaan kepada Allah serta berjuang demi ridha-Nya, harus melebihi
kecintaan kepada selain-Nya.
Perlu digarisbawahi, bahwa ayat 8 surah ini menggunakan kata
penghubung (و) wawu yang bisa
diterjemahkan dan. Kata itu menghubungkan ayat 7 dan 8 dan ini berarti
bahwa seseorang selalu harus menghubungkan antara “kesungguhan berusaha”
dengan “harapan serta kecenderungan hati” kepada Allah swt. Ini dapat dinilai
sejalan dengan ungkapan “bekerja sambil berdoa”, walau tentunya kedua ayat
tersebut mengandung makna yang jauh lebih dalam dari ungkapan ini.
Kesungguhan berusaha
harus dipahami dalam arti menggunakan tenaga, akal pikiran, pengetahuan, etika pergaulan
serta semangat yang pantang menyerah.
Perlu dipahami dan
dihayati juga, bahwa perintah untuk berusaha dan bekerja disebut terlebih dahulu (ayat
7) baru kemudian perintah untuk menggantungkan harapan kepada Allah (ayat 8). Ini
untuk menjadi pertanda bahwa usahalah yang harus diupayakan terlebih dahulu
baru kemudian mencurahkan harapan ada Allah swt.
Usaha dan doa harus
selalu menghiasi pribadi setiap muslim, karena betapapun kuatnya manusia,
potensinya sangat terbatas, sehingga hanya harapan yang tercurah kepada Allah
yang dapat menjadikan ia bertahan menghadapi hempasan ombak kehidupan yang
terkadang tidak mengenal kasih.
Wa Allah a’lam
Post a Comment