Menyelami Doa, Menjemput Fadhilah Sholat Dhuha

Table of Contents
Menyelami Doa, Menjemput Fadhilah Sholat Dhuha

Sholat dhuha bagi setiap muslim dianggap memiliki fadhilah melapangkan rizki. Banyak yang mengetahuinya, tetapi mungkin tak lebih banyak yang melakukannya. Ini adalah pengalaman pribadi saya bagaimana kaitannya shalat dhuha terhadap fadhilah 'melapangkan rizki'nya.

Langsung saja, hal sepintas yang saya rasakan adalah terkait nama surat yang disunnahkan untuk dibaca pada saat sholat dhuha, yaitu asy-Syams dan adh-Dhuha. Barangkali dengan menyelami makna dan tafsirnya, kita akan tau. Namun bukan ini yang menjadi fokus perhatian saya.

Saya lebih merasa 'cess', merasa punya feeling yang mendalam justru bukan pada saat shalat -biasa, hampir tidak pernah khusyu' (bahkan mungkin tidak sama sekali)-, tetapi pada saat membaca doa selesai shalatnya.

"Bahwa (sesungguhnya) keindahan (yang ada) adalah keindahan (milik) Mu"

Mulai pada bacaan itu, muncul rasa bahwa semua hal indah yang nampak oleh kita, semuanya, adalah wujud keindahan milik Allah. Dan kita sejatinya hanya kecipratan keindahan itu saja, yang kemudian menjadikan diri sadar, "oh, saya itu bukan siapa-siapa, tak punya apa-apa".

Lalu rasa penghambaan seperti itu menguat kembali pada pernyataan selanjutnya:

"Bahwa (sesungguhnya) kekuatan (yang ada) adalah kekuatan (dari) Mu"

Yang menunjukkan dengan sejelas-jelasnya, bahwa kita lemah. Bahkan tak punya kekuatan sama sekali, jika tidak diberi oleh-Nya. Eh bukan diberi, mungkin lebih tepatnya hanya dititipi. Atau mungkin seperti modal, yang kemudian layak untuk kita kembalikan -dalam bentuk kebaikan-.
Nah pada intinya, rasa yang saya maksud pada doa ini, shalat dhuha ini, adalah rasa penghambaan yang dalam, bahwa sesungguhnya kita bukan siapa-siapa, tak punya apa-apa, yang oleh karenanya, sepatutnya kita memohon kepada Allah, supaya didatangkan kepada kita (baca: dipinjami) fadhilah-Nya, berupa rizki dari arah mana saja Allah menyimpannya. Dan pada intinya, juga sepatutnya kita meminta diberi (baca: dipinjami) "sesuatu" seperti apa yang telah diberikan (baca: dipinjamkan) juga pada orang-orang yang sholeh.

Rizki tak melulu berupa harta. Saya lebih suka memaknai rizki sebagai rahmat Tuhan kepada hamba-Nya. Ntah berupa uang, keluarga, teman, lingkungan kita, dunia seisinya, bahkan pikiran, perasasaan, iman, ilmu, dan kepercayaan bahwa sholat dhuha dapat menjadi wasilah kemudahan turunnya rizki dari Allah -itu sendiri- adalah rizki.
Memohon dipinjami modal (rizki), untuk digunakan dalam wujud kebaikan, yang diniatkan untuk (dikembalikan pada) Allah swt. Lillahi ta'ala.
Wallahu a'lam.
Achmad Syarif S
Achmad Syarif S Saya seorang santri dan sarjana pertanian. Menulis adalah cara saya bercerita sekaligus berwisata

Post a Comment